Kamis, Januari 19, 2006

Problem si Anak Mama

Ibu Hana sedang pusing. Hanif putra kedua-nya semakin bermasalah. Anak itu sangat merepotkan. Sejak pengasuhnya pulang kampung. Hanif menjadi sangat tergantung kepada ibunya. Ia tidak mau berpisah dengan ibunya. Ke mana pun ibunya pergi, Hanif ikut. Ke dapur, ke warung, ke pengajian, bahkan ke kamar mandi pun ia harus ikut. Di acara pengajian Hanif hanya duduk menggelendot di pangkuan ibunya. Bocah berusia tiga tahun itu sama sekali tidak mau bermain dengan anak-anak lain seusianya. Ketika diperkenalkan dengan teman-temannya, Hanif hanya mengulurkan tangan sambil bersembunyi di balik tubuh ibunya. Makan, mandi, tidur, main atau apapun harus dengan ibunya.

Anak dengan ketergantungan yang sangat tinggi seperti Hanif terasa sangat merepotkan. Ia tidak pernah mau berpisah walau sebentar. Ke kamar mandi pun ikut. Shalat pun nempel. Maunya semua kebutuhannya dilayani hanya oleh ibu. Misalnya menyuapi, membuatkan susu, mandi, cebok, dan lain-lain.

Repotnya jika anak sudah mulai memasuki usia prasekolah. Di taman kanak-kanak ia menangis jika ibunya tidak ikut duduk di dalam kelas. Ibunya harus selalu ada untuk memakaikan sepatu, pakaian, dan pada saat makan bersama. Anak ini juga menghindar atau enggan bertemu atau berkenalan dengan orang lain.

Sebenarnya anak yang memiliki ketergantungan kepada ibunya adalah perilaku yang wajar. Setiap anak mengembangkan suatu hubungan yang bersifat ketergantungan kepada orang yang dekat dengan mereka. Misalnya ibu, ayah, pengasuh atau siapapun yang biasa mengurus semua kebutuhannya. Sifat ini berkembang dari waktu ke waktu sejak anak berusia enam atau satu tahun. Pada usia ini anak mulai dapat mengenali kebutuhannya seperti menyuapi, memberikan susu, mengajak bermain, memandikan dan sering menghabiskan waktu bersama.

Anak akan memiliki ketergantungan kepada siapapun yang memiliki interaksi intensif dengannya. Ketergantungan seperti ini tidak hanya berlaku pada sang ibu, tetapi pada siapa saja yang memiliki hubungan yang dekat dengan anak. Boleh jadi ibu yang menyerahkan pengurusan dan pengasuhan balitanya kepada baby sitter atau pengasuh atau pembantu rumah tangga akan mendapatkan balitanya lebih menempel pada mereka ketimbang ibunya.

Banyak orang tua yang berpendapat anak memiliki ketergantungan seperti itu disebabkan karena terlalu dimanjakan. Memanjakan di sini artinya selalu menuruti semua kemauan si balita. Logikanya anak-anak lengket dengan orang yang memanjakannya. Mungkin ada juga benarnya. Tapi sebenernya pola asuh yang tidak stabil ternyata beresiko merugikan anak. Misalkan sering berganti-ganti pengasuh, pembantu rumah tangga dan kekurangpedulian terhadap kebutuhan anak. Faktor-faktor tadi justru akan menyebabkan perilaku anak yang kurang menguntungkan bagi balita kita.

Anak yang memiliki keterikatan yang sehat dengan ibunya akan bermain dan berpetualang dengan gembira. Ia memiliki suatu keyakinan bahwa dengan kehadiran ibunya (atau pengasuhnya) ia akan aman berpetualang karena sang ibu akan siap membantu kapan pun ia dibutuhkan. Itulah sebabnya anak yang sedang bermain berulang kali menoleh atau melemparkan mainan kepada ibunya. Kadang-kadang ia terlihat begitu ingin memamerkan tingkahnya. Hal ini sebeneranya hanya karena ia ingin memastikan bahwa ia masih dalam perlindungan dan pengawasan ibunya.

Anak yang tumbuh dengan pengasuhan yang stabil akan merasa aman, Ia merasa bahwa ia dapat mempercayai dan yakin bahwa ia akan terjamin kesejahtreaannya di tangan orang yang mengurusnya. Secara naluri anak akan merasa aman di bawah lindungan pengasuhnya. Sehingga ia akan merasa aman bermain dan menjelajahi duanianya dengan semangat. Balita yang tumbuh dengan pola asuh yang stabil akan lebih penurut, lebih tertarik dengan lingkungan dan lebih tabah dalam menghadapi masalah. Anak seperti ini pada usia balita akan lebih baik kemampuan bersosialisasinya. Ia akan mudah mendapatkan teman. Lebih percaya diri dan tahu menempatkan diri dalam pergaulan sosialnya.

Perilaku anak yang kelihatan tergantung kepada ibunya sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Perilaku ini hanya bersifat sementara. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ketergantungan tersebut tetap dalam batasan normal dan tidak berlanjut sampai usia sekolah.

Mungkin beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan:
- Usahakan tidak terlalu sering berganti-ganti pengasuh. Karena anak yang sering mengalami pergantian pengasuh atau berpindah-pindah lingkungan sosialnya akan beresiko mengalami masalah dalam pertumbuhannya. Anak merasa menghadapi situasi yang selalu tidak terduga dan selalu berubah-ubah. Ia akan sulit untuk menjalin hubungan baru dan merasa tidak aman dengan orang yang baru dikenalnya. Anak jadi merasa tidak nyaman dengan pengasuhnya. Sehingga ia tidak sedih jika berpisah dengan pengasuhnya, atau justru ia tidak mau berinteraksi dengan pengasuh. Dalam konteks ini arti dari pengasuh bisa jadi adalah baby sitter , pembantu rumah tangga, ibu , ayah, atau siapapun yang mengurus anak tersebut.

- Memenuhi kebutuhan anak tepat pada waktunya. Misalnya jika ia menangis segera mendapat perhatian. Kemudia dipenuhi kebutuhannya, misalnya ia ingin dipeluk, digendong, diganti popoknya, atau disusui. Sehingga pola pengasuhan yang sensitif atau peka terhadap kebutuhan anak adalah sesuatu yang mutlak. Jadi cermati dengan baik apakah anak diasuh oleh orang-orang yang mampu membaca isyarat kebutuhan anak dan segera bereaksi. Hanya ini juga berlaku bagi orang tua. Apakah kita termasuk orang tua yang tanggap dan memahami bunyi tangis bayi kita? Atau malah termasuk orang tua yang cuek dan menganggap setiap tangis bayi adalah kerewelan? Anak yang biasa merasa diabaikan kebutuhannya tidak akan mudah mempercayai orang lain. Ia akan merasa bahwa orang yang tidak sensitif terhadap kebutuhannya tidak dapat diandalkan dan tidak dapat dipercaya.

- Adanya pemahaman yang kurang tepat, bahwa kita sebagai orang tua tidak boleh terlalu menuruti kemauan bayi, khawatir kelak ia akan menjadi anak yang manja. Faktanya adalah, bayi belum cukup cerdas untuk memanipulasi. Tangisan dan rengekannya adalah cara ia mengatakan kebutuhannya. Jadi selama masih wajar-wajar saja tidak perlu dipusingkan. Lain halnya jika balita kita misalnya menangis karena ingin merokok. Nah itu baru tidak wajar. Sebagai orangtua kita harus memahami kebutuhan dan keinginan bayi kita. Ini penting karena bayi kita tidak dapat mengatakan apa yang diinginkannya. Orang tua harus peka terhadap kebutuhan bayi mereka

- Bayi juga dapat merasakan emosi orang tua, ia akan merasakan jika orang taunya sedang sedih, bahagia, atau marah. Penanganan balita yang penuh kasih saying dan lemah lembut akan membuatnya tenang dan nyaman.
Balita juga butuh dukungan sosial, misalnya ia diperkenalkan dengan dunia luar. Selain dari keluarga batih (ayah, ibu, adik dan kakak),balita dibiasakan untuk mengenal dan mempercayai orang-orang selain ayah dan ibunya. Dikondisikan bahwa orang-orang ini (nenek, kakek, paman, tante dan ibu guru) adalah juga figur-figur yang sayang kepadanya.

- Proses ketergantungan anak kepada orang yang mengasuhnya memerlukan waktu yang cukup lama. Bisa dua minggu, dua bulan atau lebih. Jadi sebenarnya kita cukup mempunyai banyak waktu untuk memperbaiki jika kita mau meluangkan waktu.

Tidak ada komentar: