Kurang lebih lima belas tahun yang lalu Howard Gardner seorang psikolog sekaligus peneliti Barat telah menemukan sebuah teori tentang multiple intelegence (kecerdasan ganda), yang mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat banyak potensi yang belum dikembangkan. Dan, bahkan kadang potensi tersebut telah kita kubur gara-gara kesibukan kita sehari-hari, seperti pekerjaan dan mengurus rumah tangga atau karena sekolah. Dan dalam budaya kita pada umumnya orang yang dianggap cerdas yaitu orang yang pintar secara otak bukan emosi, atau lebih dikenal IQ (Intelectual Quotient) dan bukan EQ (Emotional Quotient). Dalam penemuannya, setidaknya ada tujuh kecerdasan yang patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh sebagai sebuah kecerdasan juga. Tujuh kecerdasan itu di antaranya kecerdasan linguistik¸ logis-matematis, spasial, musikal, kinestetik, jasmani, antarpribadi, dan intrapribadi.
Dengan adanya tujuh kecerdasan tersebut memberikan peluang pada kita bahwa kita pun patut dianggap cerdas walau tidak dalam kacamata adat masyarakat. Hanya kadang kita menganggap sebagai orang bodoh lantaran tidak cerdas dalam berpikir, matematika, atau pandai berkata-kata. Kita harus menganggap bahwa sesungguhnya kita adalah orang yang cerdas dalam salah satu kecerdasan itu atau bahkan lebih. Sekarang tinggal bagaimana kita menemukan dan menggalinya di antara ketujuh kecerdasan itu.
Lantas apa hubungannya multiple intelegence (kecerdasan ganda) dengan menulis sebagaimana judul di atas? Setelah saya amati penelitian Gardner tersebut dan ditambah dengan membaca buku Thomas Armstrong—pengembang teori Gardner—ternyata aktivitas menulis bisa dimasukan pada dua kecerdasan yaitu, kecerdasan linguistik (Word Smart) dan kecerdasan intrapribadi (self smart). Kedua kecerdasan tersebut sama-sama menggunakan alat ‘aktivitas menulis’ untuk meningkatkan kedua kecerdasan tersebut. Setidaknya ‘aktivitas menulis’ ikut andil dalam peningkatan kedua kecerdasan itu. Untuk membedah masalah ini saya menggunakan sebagian besar buku karangan Thomas Armstrong yang berjudul 7 Kinds of Smart yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ia adalah pengajar dan peneliti mengenai pendidikan di California.
Kecerdasan linguistik bertumpu pada kemampuannya dalam berbicara dan menulis. Menurut Armstrong, orang yang mempunyai bakat di bidang ini akan peka dan tajam terhadap bunyi atau fonologi bahasa. Mereka sering menggunakan permainan kata-kata, rima, tongue twister, aliterasi, onomatope, dan lain-lain. Mereka juga mahir memanipulasi sintaksis (struktur atau susunan kalimat), juga kepekaannya terhadap bahasa melalui semantik (pemahaman tentang makna).
Kemampuan tersebut mereka gunakan dalam berbicara (berkomunikasi dan pidato) maupun menulis. Ia pun memberi contoh dengan Marcel Proust, Robert Lowell, dan William Safier. Proust mampu merangkai anak kalimat menjadi kalimat satu paragrap untuk menciptakan dampak yang menakjubkan. Penyair Robert Lowell menjadi masyhur karena mampu mengambil kata apa pun yang dibahas dalam kuliah penulisan puisi di Harvard, kemudian membahas penggunaan kata itu dalam berbagai cara sepanjang sejarah kesusastraan Inggris.
Demikian pula William Safier, yang menulis sebuah kolom mingguan di The New York Times, telah memilih karir memeriksa neologisme pembentukan kata baru dan nuansa makna yang subtil dalam bahasa Inggris yang terus menerus berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar