Diberitahu, itu masalah tabu, tidak diberitahu anak akan penasaran. Justru itu bahaya. Lalu bagaimana? Pergaulan bebas, telah sangat banyak dilakukan remaja Muslim dalam masyarakat kita. Dan sebagian besar dari mereka, mencontohnya dari teman dan lingkungannya. Kenyataan seperti itu sama sekali tidak mengherankan jika dilihat, memang di rumah dan di sekolah anak tak memperoleh pengetahuan yang cukup tentang pendidikan seksual tersebut.
Di rumah, kebanyakan orang tua merasa rikuh jika harus menerangkan kepada anak-anaknya. Bagi kebanyakan masyarakat kita, persoalan seksual dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan. Apalagi kepada anak-anak! Sementara di sekolah, tak ada kurikulum yang membidangi masalah ini. Tentang apa itu seksual, apa saja yang termasuk di dalamnya, tentang organ-organ seksual dan fungsinya, hingga proses reproduksinya, dan bagaimana menyikapi rangsangan seksual, semuanya membutuhkan ruang lingkup pengetahuan tersendiri yang cukup rumit. Ternyata sekolah pun tak memilikinya!
Jadi, dari mana anak memperoleh pengetahuan seksual? Mengharapkan mereka akan mengerti dengan sendirinya? Nonsens. Sementara di lingkungan hidup mereka hampir di setiap ke mana arah mata memandang, terdapat pemandangan yang menumbuhkan gairah seksual. Maka, anak akan lebih banyak belajar dari lingkungan tersebut. Juga dari temannya, yang juga menemukan pengalaman-pengalaman seksualnya sendiri, tanpa ada yang membimbing.
Yang Dialami Anak-anak Kita
Apa yang terjadi kepada anak-anak kelas 5 SD yang belum pernah sama sekali mendengar apa itu seksual, merasakan rangsangan seksual dalam tubuhnya, saat memandang wanita cantik di hadapannya dengan belahan dada yang merangsang? Darah berdesir, kenikmatan ia rasakan, dan ada dorongan kuat untuk menyalurkannya!
Anak-anak ini terlalu dini merasakan rangsangan-rangsangan sebelum matang usianya. Pikiran kekanak-kanakan mereka cenderung ingin mengulang-ulang rasa nikmat yang pernah dialami itu. Dan mereka pun mengajak teman-teannya untuk ikut menikmatinya!
Sesekali pernah juga mereka mempertanyakan hal-hal baru itu kepada ayah ibunya, tetapi apa jawaban yang didapat? "Huss, tidak pantas menanyakan itu!" atau, "Kamu masih kecil, belum saatnya mengerti" atau "Hal-hal seperti itu tidak boleh dibicarakan." Justru kalimat-kalimat larangan seperti itu semakin menumbuhkan rasa penasaran, sehingga mendesak-desakkan keingintahuannya.
Kapan Mereka Perlu Tahu?
Apakah pengetahuan tentang kehidupan seksual hanya dibutuhkan oleh mereka yang hendak menikah? Padahal anak kelas 2 SD pun sudah dapat merasakan serbuan rangsangan birahi dari lingkungannya? Maka, sebaiknya pengetahuan tentang seksual itu diberikan sedini mungkin. Tentu saja, disesuaikan dengan batas kemampuan berpikir anak.
Adalah sebuah kenyataan menarik bahwa pendidikan seksual paling dasar, yaitu pembentukan persepsi anak terhadap kehidupan seksual, justru paling bagus diberikan di usia kanak-kanak .
Alasannya, karena di usia dini ini anak belum mengerti akan gairah seksual, sehingga saat ini menjadi saat paling tepat untuk memperkenalkan komponen-komponen dasar kehidupan seksual. Biarkan anak mengenal satu demi satu anggota badannya, termasuk alat kelaminnya tanpa rasa jengah. Tunjukkan bahwa alat seksual itu adalah satu bagian tubuh yang sama juga dengan bagian tubuh yang lain. Biarkan pula anak-anak itu berbaur dengan teman lawan jenis, karena inilah saatnya mereka bisa mengenal lebih dekat bentuk badan serta sifat lawan jenisnya itu.
Ketika Penasaran Mulai Muncul
Menjelang usia 7 -8 tahun, anak mungkin mulai banyak menanyakan hal-hal berbau seksual dengan lebih detil. Tugas orang tualah yang harus memberikan jawaban yang memuaskan bagi anak. Jika tidak, anak menyimpan rasa penasarannya untuk dicarikannya jawaban di luar rumah!
Seorang anak kelas satu SD memiliki adik bayi yang masih harus menetek ibunya. Si kakak laki-laki ini sering mengamati payudara ibunya sewaktu meneteki adik. Sesekali dielusnya payudara ibu penuh rasa ingin tahu. Sesekali pula dipijit-pijit dan diciumnya. Pernah terlontar pertanyaan lirih dari bibirnya, "Bu guru juga punya, ya ma?"
Ibu yang mendengar dan memperhatikan perilaku anak sulungnya ini sebenarnya risih juga. Tetapi ia faham bahwa putranya itu bukannya sedang terangsang birahi, tetapi sedang mempelajari sesuatu yang baru. Sesuatu yang membuat teman-temannya tertawa-tawa, sesuatu yang disembunyikan ibu-ibu agar tak diketahui orang lain. Ia sedang sungguh-sungguh penasaran.
Dua kemungkinan akan terjadi selanjutnya. Jika si kakak puas dengan pengetahuan barunya, selanjutnya ia akan memandang payudara sebagai sebuah persoalan yang biasa-biasa saja. Bentuknya secara fisik ia sudah tahu, fungsinya pun ia mengerti, mengapa hanya dimiliki perempuan pun ia faham. Maka, satu tahapan pendidikan seksual telah ia lewati dengan baik.
Tetapi jika terjadi kemungkinan berikutnya, dimana ibu bereaksi negatif terhadap perilaku anak, menepis dengan keras tangan si kecil yang meraba-raba, mengoloknya tak pantas, semua itu hanya akan menambah-nambah rasa penasarannya. Si anak akan menganggap masalah ini sebagai sebuah rahasia yang ia pendam dalam hati untuk ia gali jawabannya di tempat lain. Anak seperti ini yang rawan terhadap rangsangan-rangsangan seksual yang menyerbu dari lingkungan sekitar.
Menjelang Masa Baligh
Umumnya, anak-anak mengalami baligh di usia sebelas hingga tiga belas tahun. Pada saat baligh tiba, otomatis mereka sudah terkena kewajiban untuk menjalankan semua syariah Islam. Berarti pula, kehidupan seksual pun sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Itu berarti, mereka sudah harus mengerti dan memahaminya ketika datang saat baligh.
Berarti pula, pendidikan seksual lebih detil harus diberikan kepada anak menjelang usia baligh. Kira-kira di usia sepuluh tahun-an, mereka sudah harus mengenal apa itu menstruasi, apa itu mimpi indah. Mengapa laki dan perempuan tak boleh berdekatan, tak boleh berpacaran. Mereka pun sudah mengenal secara umum, fungsi organ reproduksinya. Tentu saja, dalam batas kemampuan berpikir mereka.
Ketika Nikmat Mulai Terasa
Dalam keadaan masyarakat yang bercampur baur laki dan perempuan baik di sekolah, pasar, toko-toko, dan berbagai tempat umum lain, rangsangan lebih kerap terjadi. Anak-anak kita mengalami kemungkinan perkembangan hormon yang lebih cepat pula. Masa akil baliq bagi mereka pun bisa lebih cepat datang. Rangsangan-rangsangan seksual pun semakin cepat bisa mereka nikmati.
Tak heran jika anak-anak perempuan kelas lima SD sudah banyak yang menjadi gadis, dan anak- laki-lakinya sudah pandai bermimpi indah. Di masa-masa rawan seperti ini, semestinya mereka sudah menerima sebagian besar dari materi pendidikan seksual.
Ketika mereka mulai bisa merasakan kenikmatan rangsang, bersamaan dengan itu harus dipisahkan pergaulan laki-laki dengan perempuan. Segala sesuatu yang menumbuhkan rangsang pun harus dihindari. Seperti film, lagu-lagu bertema asmara, juga cerita-cerita cinta. Semua itu dilakukan untuk menghindari serbuan rangsangan seksual, sehingga memudahkan mereka menahan gejolak seksualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar