Minggu, Juli 02, 2006

Garis-garis Besar Mendidik Anak

Ketika dalam perjalanan pulang belanja, persis di depan mataku seorang ibu menyeret anaknya yang sedang menangis meronta-ronta untuk menaiki eskalator. Anak itu pun nampak kesulitan mengikuti langkah cepat ibunya, sambil tak berhenti menangis. Miris rasanya hati ini, tak tega melihat adegan yang begitu kasar dari seorang ibu terhadap anaknya sendiri, namun tak mampu melakukan pembelaan apa pun terhadap sang anak.

Pada kesempatan yang lain, kubaca sebuah kisah sedih. Seorang anak balita dipukul tangannya bertubi-tubi dengan sebatang ranting kayu hanya karena telah menggambari mobil baru ayahnya dengan goresan paku yang berkarat. Akibatnya, tangannya terkena infeksi dan harus diamputasi. Kubaca juga berita seorang anak disiksa hingga meninggal hanya karena menjatuhi tubuh ayahnya yang sedang tidur pulas.

Berbagai kisah sedih perlakuan kasar orang tua terhadap aanaknya, demikian membuat hati ini terpukul. Tragis, orang tua yang mestinya memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang dan cinta, justru berperilaku kasar hanya karena masalah sederhana. Sehingga menyebabkan anak luka fisik, atau paling tidak mengalami luka hati yang amat sulit diobati. Bahkan ada yang sampai menemui ajal.

Anak adalah anugerah terindah dari Allah SWT bagi setiap orang tua. Kehadirannya begitu dinantikan oleh siapa saja, hampir tanpa kecuali. Karena anak bisa menjadi penghibur di kala duka, dan mampu menjadi penumbuh semangat kerja keras bagi orang tuanya. Walau terkadang juga, anak bisa menjadi penghalang lancarnya segala aktivitas orang tua, mengganggu waktu istirahat, dan mengurangi kenikmatan makan seorang ibu ketika saat makan tiba-tiba sang anak muntah atau BAB.

Bagi orang tua yang menyadari betul kedudukan anak pada dirinya, bahwa anak adalah amanah Allah yang harus dibimbing dan diantarkan menjadi penerus generasi pengemban risalah, untuk menegakkan din Islam di muka bumi ini, maka dalam kondisi bagaimanapun orang tua akan berusaha mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan cinta. Diwarnai dengan luasnya lautan kata maaf atas segala tingkah polah anak yang terkadang (atau bahkan sering) tidak sesuai dengan kehendak orang tuanya.

Namun, bagi orang tua yang hanya menganggap, anak adalah hasil konsekuensi dari sebuah pernikahan, yang mau tidak mau harus diurus, akan sangat mungkin sekali orang tua mampu melakukan apa saja, tanpa memperhitungkan akibat yang akan terjadi, dan baru menyesal di kemudian hari setelah kejadiannya berlalu.

Mendidik anak ibarat menanam sekuntum bunga. Mestinya, ketika kita melihat anak melakukan sebuah kesalahan, kita perlakukan anak seperti ketika kita melihat sekuntum bunga itu layu. Segera kita ambil seember air, kita siramkan dengan penuh kasih sayang, kemudian kita beri pupuk untuk menunjang pertumbuhannya. Bukan malah dimarahi dan dicaci maki.

Ketika anak melakukan suatu kesalahan, kita harus memahami bahwa ia melakukan itu karena ketidaktahuannya. Kesalahan yang tidak disengaja. Sehingga, sebagai orang tua seharusnya memperlakukan anak dengan lemah lembut, kemudian membimbingnya untuk menjadi tahu. Agar tidak membuat kesalahan lagi di kesempatan yang lain.

Rasulullah SAW mencontohkan beberapa hal yang bisa kita ambil pelajaran untuk memberikan peringatan kepada anak kita yang melakukan kesalahan.
1. Mengingatkan melalui sindiran, ketika anak melakukan kesalahan di depan umum. Sampaikan nasihat kepada semua anak tanpa perlu menyebut nama anak yang melakukan kesalahan, dengan harapan anak yang melakukan kesalahan mengerti bahwa nasihat yang disampaikan itu sebenarnya untuk dirinya.

2. Menegur anak yang melakukan kesalahan secara rahasia. Panggil anak yang melakukan kesalahan ke tempat khusus, kemudian dinasihati. Sehingga hati anak terjaga, tidak merasa dipermalukan di depan umum.

3. Tidak membandingkan anak yang satu dengan anak yang lain, karena anak memiliki kemampuan masing-masing.

Ada beberapa kiat agar perilaku anak dapat kita terima, dan anak pun mampu menerima perlakuan kita:
1. Berikanlah kepada anak haknya. Anak berhak memperoleh kasing sayang orang tuanya, anak berhak memperoleh bimbingan, juga berhak mengutarakan dan didengar pendapatnya.

2. Jangan sekali-kali meminta anak untuk berlaku seperti kita orang tuanya, karena anak belum pernah menjadi orang tua. Sebaliknya, kitalah yang seharusnya berlaku seperti anak-anak (di hadapannya), karena kita pernah merasakan bagaimana menjadi anak-anak. Seorang psikolog mengatakan : "Jangan perlakukan anak seperti orang dewasa mini".

3. Tempatkan diri dalam posisi yang tepat. Menjadi teman ketika anak butuh teman, hingga pada saat tersebut orang tua menjadi teman bermain anak-anaknya, menjadi teman bicara, dan siap mendengar keluh kesah mereka.
Ada saatnya pula orang tua berperan menjadi guru ketika anak butuh bimbingan, mengajarkan berbagai pengetahuan, membimbing menyelesaikan berbagai persoalan, dan menjadi orang tua ketika anak ingin bermanja-manja.
Semua hal di atas menjadi penting bagi setiap orang tua, sehingga anak-anak tumbuh kembang dengan sempurna. Dan tidak layu sebelum berkembang. Semoga kita semua orang tua, mampu mengantarkan mereka menjadi anak-anak yang sehat, cerdas, dan bertakwa."Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa".

Tidak ada komentar: