Indra dan Shin berusaha segera membaca situasi. Keduanya langsung menghampiri Nyonya mariko..
“Tante? Kapan datang?”. Sapa Indra.
“Mama? Kenapa nggak kasih tahu Shin kalau mau datang? Kan bisa dijemput di bandara.”
“Tante? Kapan datang?”. Sapa Indra.
“Mama? Kenapa nggak kasih tahu Shin kalau mau datang? Kan bisa dijemput di bandara.”
Shin dan Indra segera menyalami dan membawakan barang wanita setengah baya itu. Tapi diluar dugaan, mama Shin menampikkan tangan Indra dengan cepat. Indra terperanjat. Terlebih lagi Shin. Sedangkan Reina, Rani dan ibu Indra lagi - lagi Cuma menahan napas. Tampaknya mereka telah memahami suasana.
“Ayo kita pulang sekarang juga Shin!”
“Kenapa ma? Shin ingin tinggal di sini untuk beberapa hari lagi”.”
“Mama bilang pulang ya pulang! Sekarang!”
“Tapi kenapa? Apa karena Shin ingin belajar Islam?”
“Pokoknya kita pulang sekarang Shin!.”
“Kenapa ma?” Shin menatap ibunya tak mengerti.
“Kamu lebih memilih anak perusak ini atau mamamu ini? Seharusnya mama larang kamu pergi kesini lagi..” Nyonya Mariko menunjuk ke arah Indra. Indra hanya beristighfar dalam hati.
“Ma.. Indra bukan perusak, Shin hanya…”
“Cukup, kamu ambil barang – barangmu sekarang juga atau mamamu ini nggak akan mengakuimu lagi sebagai anak!”
Shin terperangah mendengar ucapan mamanya. Mamanya memang sedikit keras, tapi tak pernah sekeras ini kalau membentak, apalagi sampai mengancam. Ada apa gerangan?
Shin memandang Indra dan mamanya bergantian. Mata wanita itu semakin merah. Indra mengangguk, isyarat agar Shin mengikuti ibunya. Shin segera mengambil tasnya ysng dititipkan di kamar Indra, eh kamar pengantin tadi, lalu pamit ke Indra. Shin juga pamit kepada Indra, Rani, dan bu Nur.
“Aku janji aku akan kembali Ndra. Bye..” Shin melepaskan pelukannya dengan Indra. Setetes air mata jatuh dari mata bening Shin, hangat membasahi pipi. Indra bergegas berlari ke kamar -sementara-nya, lalu kembali dengan sebuah bungkusan di tangannya yang lalu diserahkan nya kepada Shin. Walau tahu tahu isi bungkusan itu Shin menerimanya juga dan melangkah menuju taksi yang masih menunggu di depan halaman rumah.
Indra menatap kepergian Shin dengan hati sedih. Untuk kedua kalinya Shin datang dan Pergi kembali. Dulu ia sangat sedih ketika Shin meninggalkannya kembali ke Jepang, karena ia akan kehilangan teman bermain.. tapi tak sesedih hari ini, saat Shin memutuskan untuk belajar Islam, justru Shin harus pergi. Ia hanya berharap Shin tak melupakan apa yang ia ucapkan hari ini.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar