Minggu, Januari 01, 2006

Ajari Aku Mengenal-Nya #1

“Shin…” Suara Indra membuat Shin kembali ke alam nyata, meluluh lantakkan kenangannya lima tahun yang lalu. Kenangan yang ditinggalkan Reina, sekaligus yang membuatnya meninggalkan negeri ini.
“Eh…iya, ada apa?” Shin menyahuti, takut Indra menggodanya karena sempat – sempatnya bengong.
“Nggak apa – apa, aku cuma khawatir, wajahmu pucat.”
“Nggak, aku tidak apa – apa.”
“Kalau kamu mau istirahat, ruangan di pojok sana bisa dipakai kok.” Indra menunjuk ke sudut mesjid.
Shin menggeleng.

Tak lama kemudian akad nikah Indra dimulai diiringi tatapan bingung Shin yang masih menyelimuti hatinya. Pernikahan itu sama sekali tak dimengertinya. Berbagai pertanyaan semerbak di hati Shin. Pernikahan macam apa ini? Kalau bukan pernikahan Indra, ingin rasanya Shin pergi dari tempat aneh yang begitu banyak hal yang tak ia mengerti ini.

Setelah acara pernikahan sederhana itu selesai, kedua Rombongan langsung kembali ke rumah Rani yang tak jauh dari rumah keluarga Indra. Indra menghampiri Shin dan mengajaknya berbicara di taman belakang rumah yang asri. Acara ramah – tamah selanjutnya baru akan mulai satu jam lagi, jadi Indra mempergunakan waktu itu untuk berbicara dengan Shin.

“Shin, kau pasti memikirkan hal – hal yang menurutmu aneh yang terjadi di sini.” Indra memulai pembicaraan setelah sebelumnya memperkenalkan Rani kepada Shin, wanita yang saat ini telah sah menjadi istrinya. Rani lalu meninggalkan mereka untuk bersiap – siap untuk acara ramah tamah nanti.

“Ya, Ndra, begitu banyak yang aku nggak mengerti, apa yang terjadi denganmu, dengan keluargamu, dengan hal – hal yang kau katakana ibadah itu, dengan… sorry, pernikahan anehmu itu, termasuk ibu dan istrimu yang berpakaian aneh itu, padahal kamu tahu kan aku benci itu, aku benci kain yang namanya jilbab itu!. apa ia juga akan seaneh Reina?.” Tanya Shin sinis.

Indra memandang Shin, memcoba memahami. Ia mengerti apa yang dirasakan sahabatnya itu. Mungkin luka itu masih membekas.

“Shin, kamu inget nggak saat kamu pindah lagi ke Jepang?”
“Tentu aja aku ingat, kamu mau ngledekku? Mau bilang kalo aku pengecut?”
“Nggak.” sanggah Indra lembut.
“Trus?”. Ucap Shin lantang, dahinya mengernyit.
“Waktu kamu tetap memutuskan berangkat, saat itu terbesit di hatiku.. Aku jadi kepikiran, seindah apa sih Islam yang diyakini Reina? Sampai dia sanggup berpisah denganmu? Saat itu aku sadar, aku juga Islam.. tapi tak pernah tahu tentang keindahan agamaku tersebut.. itu yang terpikir olehku.”
“Lalu apa hubungannya dengan semua ini?”
“Aku mendatangi Reina lagi. “
“Untuk apa?”
“Aku bertanya apa saja yang mengganggu hatiku.. tentang waktu yang kita habiskan di kafe yang padahal akan sangat bermanfaat kalau kita pakai untuk hal yang berguna, lalu Reina yang berjilbab untuk menjaga kehormatannya sebagai wanita, lalu…”
“Stop Ndra, langsung ke intinya aja.” Indra tahu Shin memang tak suka bertele – tele. Ia orang yang to the point. Tapi Indra ingin Shin juga mengerti dan tak salah paham lagi dengan keputusan Reina. Juga Islam.
bersambung...

Tidak ada komentar: