Pada dasarnya menjadi orang tua adalah amanah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Dan amanah ini jika dijaga dengan sebaik-baiknya akan menjadi pahala bagi yang mengemban dan besarnya sesuai dengan yang diusahakan. Dan akan berlangsung sepanjang kehidupan kita.
Dapat dikatakan bahwa menjadi orang tua adalah hal yang membanggakan, menyenangkan. Menjadi orng tua adalah sesuatu yang sangat diharapkan sebagaimana Nabi Zakaria as yang mengharapkan mendapatkan keturunan untuk meneruskan risalah yang diembannya.
Namun tidak dapat dipungkiri muncul pula perasaan cemas, sedih, kesal dan mungkin marah karena satu atau berbagai hal. Cemas karena meargukan kemampuan diri dalam mendidik anak, marah karena apa yang diharapkan tidak sesuai kenyataan dan banyak hal lain.
Banyak perubahan yang terjadi pada saat menjadi orang tua. Kebanyakan pasangan harus menata dan menyesuaikan pola hubungan komunikasi mereka setelah mempunyai anak dan mengembangkan pola tersebut sejalan dengan perkembangan usia dan perkembangan jumlah anak. Sang ayah mengorbankan waktu untuk beristirahat dan menggantinya dengan bermain bersama anak, sang ibu harus merelakan jam santainya untuk mengasuh buah hatinya dan masih banyak hal lain.
Selain itu, oarang tuapun akan segera memikirkan arah pengasuhan terhadap anak-anaknya. Akan dibebaskankah, diawasi secara ketat atau kombinasi pengasuhan oarng tua mereka dahulu. Perkembangan anak yang sedemikian cepat menuntut banyak perhatian dan kesiapan untuk emnghadapinya. Sehingga banyak hal yang perlu dipikirkan secara mendalam.
POLA ASUH
Yang dimaksud dengan pola asuh adalah cara orang tua dan keluarga membesarkan, membimbing dan mendidik anak yang berada di bawah tanggungjawabnya. Pola asuh yang dipilih satu keluarga akan berbeda dengan keluarga yang lain. Bisa jadi dalam sebuah keluarga tidak hanya terdapat ayah-ibu saja tetapi terdapat pula nenek-kakek, paman dan bibi. Bagaimanapun seluruh orang dewasa yang ada di dalam sebuah keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Yang dimaksud dengan pola asuh adalah cara orang tua dan keluarga membesarkan, membimbing dan mendidik anak yang berada di bawah tanggungjawabnya. Pola asuh yang dipilih satu keluarga akan berbeda dengan keluarga yang lain. Bisa jadi dalam sebuah keluarga tidak hanya terdapat ayah-ibu saja tetapi terdapat pula nenek-kakek, paman dan bibi. Bagaimanapun seluruh orang dewasa yang ada di dalam sebuah keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak.
Diana Baumrind (dalam Santrock, 1999) menjelaskan bahwa secara umum terdapat 3 gaya pola asuh orang tua terhadap anak :
1. Gaya otoriter. Gaya ini sifatnya ketat, menegaskan dan menginginkan agar anak mengikuti kehendak orang tua, menekankan agar menghargai usaha dan kerja. Biasanya orang tua dengan gaya ini sedikit bicara. Sebagai contoh orang tua dengan gaya ini mengatakan, “Pokoknya bapak tidak mau lagi mendengar kamu melakukan ini. Ikuti cara Bapak!” Pada umumnya anak yang dibesarkan dengan gaya seperti ini mengalami kesulitan dalam aktifitas yang membutuhkan inisiatif dan memiliki ketrampilan komunikasi yang minim.
2. Gaya Otoritatif. Menekankan agar anak bisa mandiri tetapi masih dalam batas dan pengawasan orang tua. Banyak melakukan dialog dan memberikan kehangatan dalam hubungan orang tua-anak. Dapat dicontohkan orang tua dengan gaya ini mengatakan pada anaknya, “Sekarang kamu tahu kalau perbuatan tadi tidak benar. Menurut kamu bagaimana sebaiknya kalau lain kali kamu mendapati keadaan seperti tadi?” sambil menepuk anaknya. Anak yang dibesarkan dengan gaya ini cenderung memiliki tanggung jawab sosial dan mampu mengatur dirinya.
3. Gaya Permisif. Gaya ini dapat muncul dalam dua bentuk. Pertama, tidak peduli. Anak dibebaskan melakukan apa saja yang dikehendakinya, sementara orang tua tidak berbuat sesuatu untuk mencegahnya. Jika dibesarkan denga gaya ini maka anak tidak dapat mengontrol dirinya dan tidak mandiri. Kedua, ikut campur dalam kehidupan anak tetapi tidak melakukan pengontrolan terhadap perilakunya. Dengan demikian anak tidak memiliki kemampuan untuk menempatkan diri, senang mengatur tetapi tidak suka diatur sehingga dikhawatirkan terkucil dari pergaulannya.
Dari berbagai gaya pengasuhan ini tentu orang tua dapat menilai sebaiknya gaya seperti apa yang akan dipilih. Setelah memilihpun masih ada tahapan untuk menyesuaikan diri yang mungkin sebelumnya tidak terbiasa dengan pola tersebut dan perlu meningkatkan sedikit ketrampilan.
MENGAPA BISA TERJADI PERBEDAAN DALAM POLA ASUH
a. Setiap orang punya bayangan masing-masing tentang anak, dipengaruhi oleh latar belakan didikan keluarga, pengetahuan, masukan-masukan dari luar. Secara umum orang tua akan mengacu pada pendidikan orang tuanya dahulu terhadap dirinya. Meskipun tidak keseluruhannya, tetapi pola asuh orang tua menjadi referensi dalam mendidik anaknya.
b. Teori yang dipelajari bisa sama, tetapi dalam mempraktekkannya dapat terjadi perbedaan karena memahami dengan cara yang berbeda.
c. Perkembangan pengetahuan yang tidak seimbang dengan pasangannya, atau bisa jadi tidak mengikuti perkembangan anaknya.
d. Tidak ada pembagian tugas yang jelas.
BAGAIMANA MENGKOMUNIKASIKAN PERBEDAAN YANG ADA?
a. Informasikan pada pasangan anda pengetahuan baru tentang pendidikan islami dan pendidikan secara umum serta peluang aplikasinya dalam keluarga.
b. Jangan biarkan pasangan tidak mendapat informasi terkini tentang perilaku anak-anak.
c. Bicarakan kondisi anak secara rutin dan ceritakan pendapat dan harapan anda tentang kondisi terakhir pada pasangan.
d. Buat Raker suami istri secara berkala. Bicarakan secara detail. Pembicaraan dapat terus berkembang sejalan dengan perkembangan anak.
e. Tindakan yang telah dilakukan terhadap kondisi tersebut diketahui pasangan
f. Mampu mengukur kekuatan diri dalam menghadapi kondisi situasional.
g. Sosialisasikan hasil pembicaraan pada anak. Untuk anak di atas usia 7 tahun sosialisasikan lebih detil sesuai perkembangannya.
h. Sosialisasikan kesepakatan yang dibuat pada keluarga besar.
i. Jika memungkinkan buat rapat keluarga inti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar