Sebenarnya perumahan yang mereka tempati itu cukup ramai. Ramai dengan kesibukan mereka masing – masing. Tapi, tetap terasa sangat sepi dan asing. Tak ada teman bermain, tak ada yang bisa diajak bicara. Oh! Sungguh, Shin merasakan kerinduan yang amat sangat dengan rumah lamanya, dengan teman sepermainannya.
Sebetulnya – kata ibunya- beberapa kilo dari rumah mereka ada tempat perbelanjaan besar seperti di Jepang, yang disebut mall. Shin ingin sekali kesana, setidaknya mencari toko buku yang menjual kamus Jepang – Indonesia atau mainan impor terbaru dari negerinya. Setidaknya main games akan menghilangkan kebosanannya. Tapi lagi – lagi Shin berpikir. Teman saja ia belum punya untuk diajak bermain kesana, bagaimana mungkin ia hendak kesana? Naik mobil umum? Dengan uang yang tak ia mengerti? Satu Yen berapa rupiah ? Dan satu lagi problem yang yang dihadapi Shin, ia belum bisa berbicara dengan bahasa Indonesia!. Sementara orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing – masing. Shin menarik napas panjang, “Ah, seandainya saja papa dan mama datang ketika sekolah sudah mulai dan bukan pada waktu libur..”
Dalam keadaan bingung akhirnya Shin memutuskan untuk berkeliling di sekitar komplek saja dengan sepeda yang dua hari lalu baru dibelikan ayahnya. Sebentar – sebentar sepeda itu melaju dengan kencang, dan melambat jika ada hal – hal yang menarik perhatiannya.
Beberapa menit kemudian Shin melewati pertigaan jalan yang ia tidak tahu akan berujung kemana. Kondisi jalanan itu memang cukup sepi, karena mungkin orang – orang sedang sibuk bekerja. Hanya beberapa ibu – ibu setengah baya yaang tampak asyik mengerumuni sayur – sayuran di sebuah gerobak. Sesekali tawa mereka terdengar riuh.
Tak jauh dari tempat para wanita itu mengerubung, terdapat taman bermain. Beberapa anak – anak kecil dan anak seusianya tampak sedang asyik bermain. Beberapa anak perempuan yang yang ia taksir berumur sekitar enam tahunan tampak sedang sibuk dengan rumah barbie yang ada di tengah lapangan itu, sedangkan anak – anak lelaki sibuk dengan mobil – mobilan mereka.
Di sisi sebelah kanan taman itu terdapat lapangan bola. Di sanalah beberapa tampak anak seusianya sedang bermain bola. Shin menatap mereka sesaat, lalu memutar sepedanya dan melanjutkan acara jalan – jalannya kembali.
Setelah cukup lelah berkeliling, Shin akhirnya memutuskan untuk pulang. Dibelokkannya sepeda itu dengan asal dan dengan tetap memandang rumah – rumah yang dilewatinya dengan bosan. Sampai….“BRAKK!!!” bunyi benturan dari arah samping jalan yang berlawanan dengannya membuatnya menoleh dan tersadar dengan posisi jalannya yang terlalu ke kanan. Sementara itu, tak jau dari sebelahnya, seorang anak tampak bersusah payah membangunkan sepedanya yang menabrak trotoar jalan. Pastilah anak itu menyingkir terlalu ke kanan karena menghindari menabrakku, pikir Shin dengan rasa bersalah.
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar