Selasa, Juni 14, 2005

Sepenggal Kenangan Masa Kecil #1

Hiruk pikuk bandara Sukarno – Hatta seakan – akan tak akan habis – habisnya. Para lelaki, wanita, anak – anak, bahkan sampai orang tua jompo pun ikut meramaikan hilir – mudik dan kesibukan di bandara nomor satu di Indonesia itu. Ada yang celingak – celinguk seperti sedang mencari atau menunggu seseorang, bersalaman, berpelukan, dengan celoteh – celoteh khas mereka masing – masing. Diantara kerumunan itu, tampaklah seorang laki – laki berperawakan sedang dan berambut kemerah – merahan yang juga ikut menoleh ke kanan – kirinya. Matanya yang sipit menjadi semakin terlihat sipit karenanya. Dia adalah Shin.

Shin. Cowok asli negeri sakura itu kali ini untuk ke dua kalinya menginjakkan kakinya kembali di bandara Sukarno – Hatta sejak pindah kembali ke tanah airnya, Tokyo, Jepang lima tahun yang lalu. Kalau bukan karena undangan sahabat dekatnya, Indra, mungkin Shin tak akan bisa sampai ke sini lagi. masih terngiang di kepala Shin suara sang mama saat ia mengatakan akan berkunjung ke Indonesia dua hari yang lalu yang begitu keras menentang kepergiannya ini.

Shin maklum, “Ya.. mungkin papa dan mama tak ingin Shin mengingat masa lalu yang penuh kepahitan waktu aku tinggal di kota ini dulu, atau khawatir luka lama waktu SMA itu akan terbuka kembali, dan segudang alasan lainnya.” Shin menghibur diri.

Tapi beruntunglah! Shin berhasil membujuk papanya untuk bisa menghadiri acara surprise yang disiapkan Indra untuknya. Indra. Ya, Indra adalah teman sepermainan, sekaligus teman terdekat Shin waktu SMA, yaitu selama orang tua Shin pindah tugas ke Indonesia dulu, sepuluh tahun yang lalu, tepatnya ketika Shin menginjak bangku kelas dua SMP.

Tak banyak yang Shin ingat tentang masa lalunya dan seluk – beluk kota ini. Mungkin karena kenangan – kenangan manis itu telah tertutup oleh kepahitan yang dialaminya. Hanya kepingan – kepingan kenangan dari surat – surat Indra yang hanya sering kali berkelebat di benak Shin dan menghiasi mimpi – mimpi Shin. Hanya dua kali surat Indra diterimanya. Dalam lembar surat itu Indra selalu mengingatkan Shin tentang kenangan mereka ketika ia tinggal untuk lima tahun di negeri ini, terutama ketika Shin baru pindah ke Indonesia. Waktu itu.. umur Shin baru tiga belas tahun, umur di mana seharusnya Shin puas bermain dengan teman – temannya di negeri sakura sana, berlomba – lomba mempersiapkan diri untuk mengumpulkan nilai-nilai terbaik untuk bekal masuk ke SMA favorit masing – masing, melewatkan liburan musim panas bersama teman - teman sekolah, dan segudang kegiatan mengasyikkan lainnya. Tapi, Shin malah terpaksa harus memilih untuk mengikuti orang tuanya pindah dari negeri sakura itu ke negeri asing ini, Indonesia.
bersambung

Tidak ada komentar: