Minggu, Agustus 10, 2008

Menjadi Gila di Indonesia

FENOMENA gila merambah negeri. Coba perhatikan pemberitaan media akhir-akhir ini, mulai kasus Ryan sampai yang terakhir Yuli Nursanto. Berbagai media masa mengupas kasus ini secara gamblang dan penuh sensasi.

Cobalah tengok kasus Ryan. Pria itu membunuh 11 korbannya. Terbongkarnya pembunuhan berantai yang ia lakukan telah menyita perhatian publik. Majalah Tempo bahkan mengupas secara mendalam pada edisi 23 Juli - 8 Agustus 2008. Sementara, pemberitaan Media Indonesia menempatkan kasus Yuli pada ranah editorial pagi ini (10/8).

Yuli merupakan calon Bupati Ponorogo yang kalah dalam Pilkada. Perlu dicatat, Editorial Media Indonesia jarang sekali mengupas soal seseorang, kebanyakan soal sekelompok orang, lembaga publik atau realitas Indonesia termutakhir lainnya. Satu sisi, gila yang diperankan Ryan bermotif merebut harta. Sementara di sisi lain, gilanya Yudi lantaran kehilangan harta. Dua hal yang sama dalam dua kasus berbeda ini adalah harta.

Harta telah membuat orang gila, namanya gila harta. Ada banyak kejadian di dunia yang mengisahkan kegilaan lantaran harta. Tapi banyak cerita juga yang tidak tersampaikan, misalnya soal korupsi. Para koruptor di negeri ini barangkali dapat dikategorikan gila. Betapa tidak, korupsi yang mereka lakukan sungguh luar biasa jumlahnya. Mulai ratusan ribu hingga trilyunan.

Korupsi menciderai harkat bangsa dan melukai rakyat. Banyak korban berjatuhan karena ulah para koruptor ini, sementara mereka terkesan 'enjoy aja'. Ingat kasus Edi Tansil? kini pria itu sudah tidak terlacak. Ingat kasus dana yayasan milik mantan presiden Soeharto? entah bagaimana kelanjutannya sekarang. Masih segar hari ini, kasus suap Bank Indonesia kepada DPR RI.

Itu hanya kasus-kasus besar. Kasus kecil terjadi di Pariaman, Sumatera Barat. Seorang pegawai dinas Peternakan dilempar kursi oleh Kepala Dinasnya pada Ramadhan 2 tahun yang lalu. Kepalanya berdarah dan harus mendapat perawatan. Semua hanya karena si bawahan tidak mau menanda tangani dokumen proyek fiktif si Kepala Dinas.

Apa yang terjadi kemudian? Hampir satu setengah tahun kasus ini mengendap. Baru mulai disidangkan awal 2008 yang lalu. Juli 2008, Si Kepala Dinas divonis bebas. Hakim beranggapan, Si Kepala Dinas hanya membela diri. Gila.., gila.

Beberapa orang di sekitarku tiba-tiba ditanyai apa yang terbayang dipikiran mereka bila disebut kata 'gila'. Keduanya mengasosiasikan gila dengan sakit, lucu, tidak waras, hilang ingatan, hilang rasa malu. Bagaimana mungkin? Itulah wujud kegilaan.

Semua orang telah terjangkit wabah gila. Banyak jenis gila, selain harta, ada gila hormat, gila kuasa, gila wanita, gila kerja dan sebagainya. Gila atawa gangguan jiwa menjadi alasan pamungkas bagi orang-orang tidak tahan dengan cobaan duniawi. Ia telah pula menjadi akibat bagi orang-orang yang tidak mampu tapi bernafsu besar. Pun, ia menjadi penyebab banyak orang menderita.

Penjelasan tentang gila telah banyak dikupas, terutama kupasan medis dan sosiologi. Ada juga pandangan secara Islam, pernah ditulis oleh Prof. DR. H. Mahmud Yunus, 1984. Ia menyebutkan, bila manusia tuli dan buta pikirannya maka tidak ada harapan bagi mereka untuk menerima kebenaran.

Pertanyaannya, apakah betul mereka yang gila sudah tertutup pikirannya? pikiran itu tertutup sendirinya atau ditutup dengan sengaja? Apa yang terjadi dengan Ryan, Yuli dan para koruptor? Apakah betul mereka gila? atau berlagak gila saja? Agaknya, menjadi gila sudah mulai menjadi tren pada negeri bertajuk Indonesia ini.

Tren yang terkesan baru tapi sebenarnya telah ada sejak negeri ini diciptakan. Apa yang terjadi hari ini tidak lebih dari sebuah pengulangan sejarah. Tapi sayang, kabar tentang gila dimasa lalu tidak begitu mengemuka. Bila tren ini merambah seantero jagad, jangan-jangan nanti dapat pula menjadi bagian dari hak asasi. Siapa tahu? Pada saat itu, Rumah Sakit Jiwa tidaklah terlalu penting artinya. Penjara tidak dibutuhkan lagi. Dapatkah kita berkhayal, suatu saat hal itu terjadi? bgaimana kira-kira keadaannya? Barangkali kita sudah mati, tapi bagaimana dengan anak cucu?
Dimuat disini

Tidak ada komentar: