Minggu, November 09, 2008

9 November : Hari 'Pahlawan'

Berita telah di esksekusinya seorang ‘pahlawan’ baru kubaca jelang subuh di media ini. Tiba-tiba hatiku bergetar, ketika saya telusuri terus berita-berita yang terkait dengannya. Pertanyaan kecil yang tak ada jawabannya hingga kini masih ada. “Kenapa Amrozi Cs begitu tenang menghadapi eksekusi?”

Beberapa media memang ramai memperbincangkannya, lengkap dengan investigasi terhadap keluarga, masa lalu dan apapun yang mengait dengannya. Mereka kompak, seperti melapangkan apa yang akan terjadi (baca : kematian), meskipun mereka punya keluarga dan anak yang masih butuh sosok seorang ayah.

Sebaliknya, keluargapun dengan sabar ‘menanti’ hari itu. Hari dimana seorang diantara mereka ditembak dan akan membuat mereka mati dalam keadaan tersenyum. Hari yang mereka yakini kalau ruh wangi ke-3 orang itu akan naik ke atas langit dengan pengawalan khusus.

Amrozi Cs memang penjahat, saya sepakat. Atau mungkin kapasitas keilmuan saya yang belum pada tingkat hakikat, sebagaimana mereka begitu yakin dengan garis-garis kudrat? Sebutan ’penjahat’ banyak orang kepada beliau kita semua tahu, karena diduga melakukan pengeboman di Bali yang menewaskan 200-an orang, 2002 silam. Tapi setelah membaca Imam Samudra, Amrozi, Mukhlas, saya berfikir ulang untuk menyebutnya penjahat.

Dibanding koruptor yang tak pernah mengaku, beliau bertiga adalah ’pahlawan’ yang menyatakan kesalahannya dengan jujur meski pahit menerima kenyataan : mati. Dibanding penjahat berdasi yang selalu tersipu, mereka bertiga adalah ’pahlawan’ yang mengungkap kronologis kejahatannya tanpa rasa malu. Dibanding pejabat yang disuap merasa senang, mereka bertiga adalah ’pahlawan’ yang menghadapi mati dengan riang. Ya, saya anggap mereka pahlawan, karena mereka penjahat yang bertanggungjawab. Selamat jalan ’Pahlawan’.

Walau raga meregang nyawa
Harta dunia tiada tersisa
Namun jiwa tetaplah satria
Takkan surut satu langkah jua

(Untukmu Syuhada, album Kembali, tim nasyid Izzatul Islam)